Klik link dibawah ini untuk download file :
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)
Tulisan 2, Perekonomian Indonesia #
Nama : Indri Eka Yasami
"23212720"
Kelas : 1EB20
Menjelang
Ramadhan dan Lebaran Harga Sembako Melambung Tinggi ?
Sudah
Menjadi Tren Tahunan
PENDAHULUAN
Dalam tulisan saya
kali ini, saya mengambil topik mengenai kenaikan harga sembako menjelang
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Topik ini sengaja saya bahas karena selain
berhubungan dengan pelajaran Perekonomian Indonesia, hal ini juga selalu marak
dibicarakan di Media Massa tepatnya pada saat menjelang Ramadhan dan Hari Raya
tersebut. Selain itu, saya juga ingin mengetahui tanggapan masyarakat tentang
kenaikan harga sembako ini. Apakah dengan adanya perbedaan tingkatan status
juga akan mempengaruhi tanggapan tentang topik tersebut.
Berdasarkan yang
saya baca di beberapa Media Massa, pada intinya semua merasa resah terhadap
adanya kenaikan harga sembako. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan akan sembako
harus selalu terpenuhi walaupun dengan harga yang relatif mahal. Apalagi
menjelang Ramadhan dan Hari Raya semakin bertambahnya permintaan konsumen
terhadap sembako terutamanya umat Muslim. Hal tersebut memberikan kesempatan
bagi para distributor dan pedangang untuk mengambil keuntungan
sebesar-besarnya.
ISI
Menjadi
Tradisi
Kenaikan harga
sembako memang sudah menjadi langganan setiap bulan Ramadan dan Hari Raya.
Kenapa ? Alasan pemerintah cenderung klasik, kenaikan harga disebabkan karena
meningkatnya permintaan akan tingkat konsumsi masyarakat dan kurang stok
kebutuhan pokok.
Loh kok bisa ?
Kalau pada saat lebaran mungkinlah atau kalau yang naik harga bahan pembuat kue
seperti tepung terigu, mentega, keju, masih masuk di akal. Tapi ini, mulai dari
beras, buah, sampai daging kenapa ikut-ikutan naik ? Kalau di logika, hari
biasa kita makan sehari tiga kali, saat puasa kan cuma dua kali. Harusnya
tingkat konsumsi menurunkan. Puasa itu bukannya bikin kita irit, malah semakin
boros. :)
Nah dari pertanyaan Mengapa pada saat puasa permintaan akan bahan-bahan kebutuhan
pokok semakin meningkat ? Padahal setahu saya hakekat puasa juga untuk melatih
kita berempati terhadap orang miskin yang setiap hari belum tentu bisa makan
enak atau malah belum tentu bisa makan. Jawabannya,
kita mungkin sudah berhasil mengendalikan lapar dan dahaga mulai dari Subuh
sampai Maghrib, tapi gagal mengendalikan diri dari bermegah-megah di saat
berbuka, padahal semua itu tidak dilahap habis.
Tanggapan Masyarakat
Pada dasarnya
semua merasa resah terhadap adanya kenaikan harga sembako. Hal tersebut
dikarenakan kebutuhan akan sembako harus selalu terpenuhi walaupun dengan harga
yang relatif mahal. Apalagi menjelang Ramadhan dan Hari Raya semakin
bertambahnya permintaan konsumen terhadap sembako. Namun diantaranya juga merasa
tidak terlalu khawatir dengan kenaikan harga tersebut, ntah karena mereka
termasuk keluarga yang mampu atau - mereka sudah terbiasa dengan situasi
seperti ini dikarenakan hal ini sudah setiap tahun terjadi.
Berikut sedikit kutipan pernyataan dari beberapa
ibu-ibu mengenai kenaikan harga menjelang Ramadhan dan Hari Raya berdasarkan
yang saya lihat di Media Massa :
o
Kalo pas puasa itu saya bingung dalam berbelanja,
ya dikarenakan harga sembako yang naik, sementara uang belanja yang diberikan
oleh suami saya hanya segitu-segitu saja, tidak bertambah.
o
Kenapa ya tiap menjelang dan saat bulan puasa
harga selalu naik. Sementara gaji suami saya gak naik, kalau kayak gini
ceritanya gak bisa lah nyimpen uang buat beli baju anak sama bikin kue lebaran,
uangnya untuk belanja aja gak bisa nyimpen, katanya sambil tertawa.
Tanggapan
Para Pedagang
Berikut tanggapan dari
para pedagang yang telah saya baca dari beberapa media massa :
o
Kenaikkan ini disebabkan harga di tingkat
produsen naik. "Kami hanya menyesuaikan saja. Harga distributor naik,
otomatis pengecer juga ikut menaikan," kata Ny Nunung, seorang pedagang di
Pasar Masomba.
o
Amrin. Ia mengaku, kenaikan harga ini bukan
permainan pasar. Namun, harga daging sudah naik di tempat pemotongan. ‘’Kalau
dibilang karena banyak permintaan, tidak juga. Masih biasa-biasa saja kok,’’
akunya. ‘’Kita ikut harga di tempat pemotongan. Kalau naik di sana (rumah
potong hewan, Red), pasti harga yang kita pasang ikut naik juga,’’ jelasnya.
o
Pedagang bawang, Husein mengatakan, biasanya
harga bawang akan naik, jika musim panen usai, kata pedagang asal Sape,
Kabupaten Bima ini.
o
“Kenaikan barang seperti ini memang hal yang
wajar disetiap menjelang bulan puasa tapi kami para pedagang sangat berharap
kepada pemerintah agar dapat mengontrol kenaikan harga-harga barang ini, kasian
masyarakat kecil, ditengah keadaan sulit begini justru harga-harga bahan pokok
terus naik,” ujar salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Dari beberapa tanggapan
diatas, dapat disimpulkan bahwa para pedagang pun juga tidak mau disalahkan.
Banyak persepsi yang mereka katakan sebagai pembelaan. Ya, menurut saya pun
tanggapan mereka yang mengatakan bahwa “mereka mengikuti harga dari
distributor” itu sah-sah saja, bagaimana pun mereka juga ingin mendapatkan
keuntungan dari kerja mereka dengan menyeimbangkan harga distributor. Namun
para tengkulak juga jangan menetapkan harga seenaknya sendiri.
Klik link dibawah ini untuk download file :
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)
Hukum
Ekonomi
Sebenarnya
bukan cuma menjelang Ramadhan dan Lebaran. Setiap memasuki Imlek atau Natal,
harga-harga barang juga naik. Jadi, bukan hanya Lebarannya saja. Yang menjadi
pertanyaan, mengapa harga sembako naik menjelang hari-hari besar ? Bukankah Lebaran
itu selalu dirayakan setiap tahun? Tapi
mengapa masih tetap naik harga barangnya ? Kenapa kejadian kenaikan
harga barang ini selalu terulang lagi ? Apa berarti selama ini tidak ada penanganannya
?
Dari
pertanyaan-pertanyaan diatas, mungkin beberapa orang mengambil pepatah,
“Sebodoh-bodohnya keledai, tak jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua
kalinya.” Nah, dengan prinsip ini, sebenarnya masalah kenaikan harga barang
tidak perlu terjadi berkali-kali. Cukuplah satu atau dua kali. Ataukah kita
lebih bodoh dari keledai?
Apa yang
terjadi sudah sesuai dengan Hukum Ekonomi. Dalam Hukum Ekonomi (pasar), di mana
persediaan barang sedikit dan permintaan akan barang itu banyak, maka dengan sendirinya
harga barang itu akan naik. Naiknya harga ini bisa dipahami agar barang tidak
hilang dari pasar. Karena itu, hukum ekonomi (pasar) ini bisa diterapkan dalam
fenomena harga naik menjelang lebaran. Bisa dikatakan bahwa menjelang lebaran
persediaan barang yang dibutuhkan sangat sedikit atau terbatas, sementara para
pamakainya banyak (atau pemakainya tetap tapi barang yang akan dipakainya
banyak). Hal ini membuat harga-harga barangnya menjadi naik.
Sebagai
contoh, telur. Pada hari biasa persediaan telur 1.000, sementara yang
membutuhkannya hanya 10 orang, di mana tiap orang cuma butuh 1 atau 2 butir
telur. Di sini telur akan dijual murah agar cepat habis. Tapi pada saat Lebaran,
di mana persediaan telur tetap 1.000, sementara yang butuh lebih dari 500, di
mana tiap orang butuh 1 atau 2 butir, maka para distributor dengan sendirinya
akan menaikkan harga telur itu. Atau juga yang butuh tetap 10 orang, tapi tiap
orang membutuhkan 100 butir telur, tentulah mereka juga akan menaikan harga
telur. Sedangkan para pedagang (pengecer) hanya mengikuti harga dari
distributor. Inilah Hukum Ekonomi.
Haruskah Mengalah pada Hukum ?
Mungkin
inilah yang menjadi pergumulan masyarakat. Mengapa harus naik setiap menjelang
Lebaran ? Memang kenaikan itu merupakan suatu keharusan, sebagaimana yang telah
diuraikan dalam Hukum Ekonomi. Yang menjadi persoalan adalah apakah keharusan
itu sebagai sesuatu yang mutlak-absolut ?
Manusia
berhadapan dengan berbagai macam hukum. Kita dapat membagi hukum ini dalam dua
bagian besar, yaitu hukum natural dan hukum positif. Hukum Natural adalah
buatan alam, sedangkan hukum Positif adalah buatan manusia atau hasil pemikiran
manusia.
Ketika
manusia berada di atap gedung, dan ketika tidak ada pijakan kakinya, maka ia
akan terjatuh ke bawah. Burung bisa terbang, manusia tidak bisa terbang seperti
burung. Ini hukum natural. Alam sudah menentukannya demikian. Manusia tidak
bisa mengubahnya. Manusia hanya bisa menerimanya.
Berbeda
dengan hukum positif. Karena dia merupakan buatan manusia, tentulah rumusan
hukumnya bisa diubah demi kepentingan manusia. Yang termasuk hukum positif
adalah hukum pidana/perdata, norma-norma dan termasuk juga hukum ekonomi. Jadi,
bisa dikatakan bahwa hukum ekonomi itu bisa diubah. Karena itu, setiap
menjelang lebaran harga barang BISA DIBUAT AGAR TIDAK NAIK. Dengan kata lain,
kita bisa mengubah hukum ekonomi itu sehingga tidak ada kenaikan harga saat
lebaran. Mungkinkah ?
Tentu saja
mungkin. Bukankah hukum ekonomi itu merupakan hukum positif yang dapat diubah
demi kepentingan umat manusia ? Manusia tidak boleh kalah dengan hukum yang
dibuatnya sendiri. Seperti kata, “Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk
hukum.”
Kita sudah
mengetahui bahwa unsur-unsur yang menyebabkan harga naik tadi, yaitu persediaan
barang yang terbatas, peminat yang banyak atau kebutuhan akan barang yang
banyak. Peminat atau pemakai sebenarnya tidak terlalu banyak. Tentulah
orang-orang itu saja yang membutuhkannya. Tak mungkin setiap lebaran jumlah
penduduk kita bertambah banyak. Yang meningkat adalah kebutuhan akan barang.
Orang membutuhkan barang dalam jumlah yang tidak biasanya. Jadi, bisa dikatakan
bahwa penyebab kenaikan harga barang ini ada dua, yaitu persediaan barang dan
kebutuhan.
Untuk
mengendalikan harga pasar agar tidak terjadi kenaikan harga barang, tentulah
dengan cara mengendalikan kedua unsur tadi. Pertama, persediaan
barang harus ditingkatkan jumlahnya. Kejadian lebaran ini sebenarnya bukan
hanya sekali dua kali saja terjadi, melainkan berkali-kali. Setiap tahun pasti
orang mengalami lebaran. Karena itu, seharusnya sudah bisa diprediksikan berapa
kebutuhan akan barang tertentu. Misalnya, kalau setiap lebaran kebutuhan akan
telur sekitar 3000, maka menjelang lebaran harus sudah disediakan 3000-4000
butir telur.
Kedua, soal kebutuhan akan barang. Karena
kebutuhan ini melekat pada manusia, maka yang perlu dikendalikan adalah
manusianya. Apa yang harus dikendalikan dari manusianya? NAFSU! Nafsu
manusialah yang harus dikendalikan, karena nafsu itulah yang mendorong manusia
untuk membeli barang dalam jumlah yang sangat banyak. Jika seandainya nafsu itu
dapat dikendalikan atau dimatikan, tentu manusia tidak akan membeli dalam
jumlah yang banyak. Konsekuensinya, harga tidak akan naik. Persoalannya,
dapatkah manusia mengendalikan nafsunya itu ?
Seharusnya
dapat. Bukankah masa Lebaran adalah masa puasa. Puasa merupakan ibadah. Bulan
puasa ini umat manusia diminta untuk mengendalikan hawa nafsunya. Dan salah
satu hawa nafsu itu adalah nafsu membeli barang dalam jumlah yang banyak.
Konsekuensi logisnya adalah di masa lebaran ini - manusia mengendalikan hawa
nafsunya, termasuk membeli barang dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga
dengan demikian harga barang tidak akan naik. Namun menurut saya, semua pendapat atau pernyataan diatas untuk menjalankannya
tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Yang Bertanggung Jawab
Pertanyaan
kita sekarang adalah, siapa yang bertanggung jawab akan semuanya ini?
Untuk
pengendalian unsur yang pertama, yaitu persediaan barang, tentulah yang
bertanggung jawab adalah pemerintah, para produsen dan para pedagang.
Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur ketersediaan barang di pasar.
Dengan wewenang yang dimilikinya, pemerintah dapat menghimbau para produsen
untuk memproduksi barang dalam jumlah yang banyak jauh sebelum menjelang Ramadhan
dan Lebaran. Dan para produsen harus menyediakan hal itu. Jika produsen
memproduksi barang dalam jumlah yang banyak di saat mendekati lebaran, tentulah
para pedagang tidak ada niat untuk melakukan penimbunan.
Sedangkan
untuk unsur kedua tentulah para konsumen itu sendiri. Masing-masing orang
hendaknya mengendalikan hawa nafsunya untuk membeli barang dalam jumlah sangat
banyak. Sebenarnya saat puasa (lebaran) adalah momen yang sangat tepat. Inti
dari puasa adalah pengendalian hawa nafsu, bukan keserakahan yang terlihat dari
naiknya porsi makanan. Orang selalu heran, kenapa di saat lebaran (bulan puasa)
orang justru makan lebih banyak daripada biasanya. Bukankah puasa itu mengajak
orang untuk menahan diri? Bukankah pada saat puasa (lebaran) orang hanya makan
dua kali sehari ?
Dengan
adanya pengendalian dua unsur ini, tentulah kejadian naiknya harga barang
menjelang lebaran tidak akan terjadi lagi. Lebaran atau bukan kebutuhan orang
akan barang tetaplah sama saja. Malah seharusnya di saat lebaran kebutuhan akan
barang mesti turun, karena orang makan cuma 2 kali sehari (pagi dan malam).
Semua ini bisa terjadi jika ada kemauan politik dari unsur-unsur yang berkaitan
dengan kenaikan harga tadi.
Harapan
atas Kenaikan Harga Sembako
Harapan
mengenai kenaikan harga sembako yaitu masyarakat harus lebih bersabar dalam mengatasi
kenaikan harga tersebut, serta perlu pintar-pintar dalam memilih dan menawar
barang sembako yang akan dibeli. Dan untuk para pedagang (tengkulak) agar tidak
menaikkan harga semaunya dan jangan menimbun barang. Karena hal tersebut dapat
merugikan para konsumen.
Dilihat
juga dari perekonomian Indonesia yang dinamis, perlu ikut sertanya pemerintah
dalam mengawasi distribusi bahan-bahan sembako agar tidak terhenti. Seperti misalnya
pada H-7 menjelang Idul Fitri truk-truk pembawa bahan sembako mengalami
kemacetan. Dalam situasi ini pemerintah harus memikirkan solusinya agar tidak
terulang setiap tahunnya. Serta agar dilakukannya opersai pasar secara berkala
oleh pemerintah. Sehingga para tengkulak tidak menaikkan harga sembako
seenaknya sendiri.
PENUTUP
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai tulisan ini. Pastinya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya. Dan semoga tulisan ini berguna terutamanya
bagi saya sendiri sebagai penulis dan sebagai calon ibu-ibu, agar pintar-pintar
dalam memilih dan menawar harga sembako saat menjelang Ramadhan dan Hari Raya.
Karena perlu kesadaran diri untuk dapat menahan nafsu berbelanja
sebanyak-banyaknya namun akhirnya menjadi mubazir. Lebih baik membeli sesuai
dengan kebutuhan, untuk menghindari lonjakan harga lagi. Sembako dapat
diibaratkan dengan emas “Seandainya emas itu sebanyak batu yang mudah
didapat di kali, maka emas tidak berharga atau murah sekali.” Begitu juga
dengan sembako, persediaan barangnya tidak selalu sebanyak yang kita butuhkan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://aisyahambar.wordpress.com/2011/10/14/kenaikan-harga-sembako-menjelang-idhul-fitri/#more-107
Klik link dibawah ini untuk download file :
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)
http://adf.ly/1WDlCc
JANGAN COPY-PASTE yaaaa, DOWNLOAD aja file Ms.WOrd'nya :)